Rampung
Aku menutup buku yang sedari tadi asyik kubaca. Mataku tertuju pada arloji hitam di pergelangan tanganku. Sudah pukul tujuh malam, sebelas jam berlalu namun pikiranku masih terjebak pada satu titik yang kusebut rancu. Kembali ku tatap surai hitam yang sedari tadi kucuri curi pandang. Tuan itu masih asyik dengan dunianya sendiri, tak bergeming sedikitpun sedari tadi. Tak apa, lupakan saja ia. Dia masih tidak menyadari kalau ada satu hati yang mencari cara untuk membuka miliknya. Ah, lupakan saja. Menjadi temannya sudah teramat cukup. “Ryn, sudah selesai baca bukunya?” Jaden bertanya. Iya, namanya Jaden. Dan aku, Haryndhisa. Selamat berkenalan dengan kami, puan yang satu amat pemalu, dan tuan yang satu amat tidak mau tahu. “Ah, iya, sudah. Kamu gimana?” tanyaku kembali. Ia mengangkat dua buku yang ada di tangannya, senyumnya mengembang sembari berkata, “Sudah, kok. Ini aku mau pi...